Minggu, 18 Juli 2010

BK

Konsep Bimbingan Konseling (Bimbingan dan Konseling)
Judul : Konsep Bimbingan Konseling
Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling


A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding: “ showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).

Penggunaan istilah bimbingan seperti dikemukakan di atas tampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pembimbing. Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap keputusan yang diambilnya.

Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini dikemukakan pendapat dari beberapa ahli :
Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan sebagai : the process of helping the individual to understand himself and his world so that he can utilize his potentialities.
United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan, jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : “guidance is the help given by one person to another in making choice and adjusment and in solving problem.
Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”.
Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian kita dapat melihat adanya benang merah, bahwa :

Bimbingan pada hakekatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang bersifat psikologis.

Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.

Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.

Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian nama, semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian sejak Kurikulum 1994 hingga sekarang berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan wacana sebutan Profesi Konseling, meski secara formal istilah ini belum digunakan.

Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan, saat ini sedang dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam keluarga, bisnis dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekwensi tersendiri bagi

Untuk kepentingan penulisan ini, penulis akan menggunakan istilah Bimbingan dan Konseling sesuai dengan istilah formal yang saat ini dipergunakan dalam sistem pendidikan nasional.


B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling

Pada masa sebelumnya (atau mungkin masa sekarang pun, dalam prakteknya masih ditemukan) bahwa penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling cenderung bersifat klinis-therapeutis atau menggunakan pendekatan kuratif, yakni hanya berupaya menangani para peserta didik yang bermasalah saja. Padahal kenyataan di sekolah jumlah peserta didik yang bermasalah atau berperilaku menyimpang mungkin hanya satu atau dua orang saja. Dari 100 orang peserta didik paling banyak 5 hingga 10 (5% - 10%). Selebihnya, peserta didik yang tidak memiliki masalah (90% -95%) kerapkali tidak tersentuh oleh layanan bimbingan dan konseling. Akibatnya, bimbingan dan konseling memiliki citra buruk dan sering dipersepsi keliru oleh peserta didik, guru bahkan kepala sekolah. Ada anggapan bimbingan dan konseling merupakan “polisi sekolah”, tempat menangkap, merazia, dan menghukum para peserta didik yang melakukan tindakan indisipliner. Anggapan lain yang keliru bahwa bimbingan dan konseling sebagai “keranjang sampah” tempat untuk menampung semua masalah peserta didik, seperti peserta didik yang bolos, terlambat SPP, berkelahi, bodoh, menentang guru dan sebagainya. Masalah-masalah kecil seperti itu sebenarnya dapat diantisipasi dan diatasi oleh para guru mata pelajaran atau wali kelas dan tidak perlu diselesaikan oleh guru pembimbing/konselor.

Mengingat keadaan seperti itu, kiranya perlu adanya orientasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau developmental dan pencegahan atau preventif. Dalam hal ini, Sofyan. S. Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru bimbingan dan konseling, yaitu :
Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual diantara peserta didik.
Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki potensi untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-angsur akan diatasinya sendiri.
Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah manusiawi dengan landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia dianggap sanggup mengembangkan diri dan potensinya.
Profesional, yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara profesional atas dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan konseling.

Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan dan konseling yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan bimbingan dan konseling lebih dikedepankan dan diutamakan yang bersifat pengembangan dan pencegahan. Dengan demikian, kehadiran bimbingan dan konseling di sekolah akan lebih dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik, tidak hanya bagi peserta didik yang bermasalah saja.


C. Visi, Misi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling

Visi bimbingan dan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia. Berdasarkan visi tersebut terdapat tiga misi yang diemban bimbingan dan konseling, yaitu :
Misi pendidikan; mendidik peserta didik melalui pengembangan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan yang terkait masa depan.
Misi pengembangan; memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan pendidikan formal ke arah perkembangan optimal melalui strategi upaya pengembangan lingkungan belajar dan lingkungan lainnya serta kondisi tertentu sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Misi pengentasan masalah; membantu dan memfasilitasi pengentasan masalah individu mengacu kepada kehidupan sehari-hari yang efektif.

Dalam berbagai literatur tentang bimbingan dan konseling, para ahli mengemukakan tentang tujuan bimbingan dan konseling yang beragam, tetapi pada intinya akan menerucut pada tujuan yang sama yaitu tercapainya perkembangan para peserta didik/klien secara optimal dan tercapainya penyesuaian diri..


D. Bidang Bimbingan dan Konseling

Secara formal, terdapat empat bidang yang menjadi ruang lingkup garapan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks pesekolahan saat ini, yaitu :
Bidang pelayanan kehidupan pribadi; membantu individu menilai kecakapan, minat, bakat, dan karakteristik kepribadian diri sendiri untuk mengembangkan diri secara realistik.
Bidang pelayanan kehidupan sosial; membantu individu menilai dan mencari alternatif hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
Bidang pelayanan kegiatan belajar; membantu individu dalam kegiatan dalam rangka mengikuti jenjang dan jalur pendidikan tertentu dan/atau dalam rangka menguasai kecakapan atau keterampilan tertentu.
Bidang pelayanaan perencanaan dan pengembangan karier; membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan berkenaan dengan karier tertentu, baik karier di masa depan maupun karier yang sedang dijalaninya.

Sebagaimana telah disinggung di atas, tentang perluasan kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup kehidupan yang lebih luas. Saat ini sedang dikembangkan dua bidang baru yaitu bidang pelayanan kehidupan berkeluarga untuk membantu individu dalam mencari dan menetapkan serta mengambil keputusan berkenaan dengan rencana perkawinan dan/atau kehidupan berkeluarga yang dijalaninya dan bidang pelayanan kehidupan keberagamaan untuk membantu individu dalam memantapkan diri berkenaan denganperilaku keberagmaan menurut agama yang dianutnya.


E. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. yaitu:

Pemahaman; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemacahan masalah peserta didik meliputi pemahaman diri dan dan lingkungan peserta didik.
Pencegahan; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.
Pengentasan; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami peserta didik.
Advokasi; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.
Pemeliharaan dan pengembangan; fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan dalam bentuk berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling.

Sejalan dengan orientasi baru Bimbingan dan Konseling, maka dalam prakteknya, layanan bimbingan dan konseling seyogyanya lebih mengedepankan fungsi-fungsi pemahaman, pencegahan dan pengembangan.Berjalannya fungsi-fungsi tersebut merupakan indikator keberhasilan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.


F. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling :

Sejumlah prinsip mendasari gerak langkah penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta berbagai aspek operasionalisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (a) melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial; (b) memperhatikan tahapan perkembangan; (c) perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu; (a) menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar, (b) timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan Konseling; (a) bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik; (b) program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan; (c) program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d) program pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.

Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (a) diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri; (b) pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri sendiri; (c) permaslahan individu dilayani oleh tenaga ahli/profesional yang relevan dengan permasalahan individu; (d) perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu; dan (e) proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.


G. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.

Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama sekali.

Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :

1. Asas Kerahasiaan
Asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,

2. Asas Kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.

3. Asas Keterbukaan
Asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.

4. Asas Kegiatan
Asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.

5. Asas Kemandirian
Asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.

6. Asas Kekinian
Asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.

7. Asas Kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

8. Asas Keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.

9. Asas Kenormatifan
Asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.

10. Asas Keahlian
Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.

11. Asas Alih Tangan Kasus
Asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.

12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.


H. Jenis-Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling

Jenis-jenis layanan pada dasarnya merupakan operasionalisasi dari konsep bimbingan dan konseling dalam rangka memenuhi berbagai asas, prinsip, fungsi dan tujuan bimbingan dan konseling. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional saat ini terdapat tujuh jenis layanan. Namun sangat mungkin ke depannya akan semakin berkembang, baik dalam jenis layanan maupun kegiatan pendukung. Para ahli bimbingan di Indonesia saat ini sudah mulai meluncurkan dua jenis layanan baru yaitu layanan konsultasi dan layanan mediasi. Namun, kedua jenis layanan ini belum dijadikan sebagai kebijakan formal dalam sistem pendidikan di sekolah.Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan ketujuh jenis layanan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam pendidikan nasional.

a. Layanan Orientasi
Layanan orientasi merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

b. Layanan Informasi
Layanan informasi adalah layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

c. Layanan Pembelajaran
Layanan pembelajaran merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk pengembangan.

d. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran merupakan layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.

e. Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan merupakan layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

f. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan

g. Layanan Konseling Kelompok
Layanan Konseling kelompok merupakan layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok,. Layanan Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

I. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Untuk menunjang kelancaran pemberian layanan-layanan seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dilaksanakan berbagai kegiatan pendukung Dalam hal ini, terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:

a. Aplikasi Instrumentasi Data
Aplikasi instrumentasi data adalah kegiatan untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan memahami karakteristik lingkungan. Fungsi kegiatan ini adalah pemahaman

b. Himpunan Data
Himpunan data adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Kegiaran ini memiliki fungsi pemahaman.

c. Konferensi Kasus
Konferensi kasus adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.Kegiatan konferensi kasus memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan.

d. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan klien. Kegiatan kunjungan rumah memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan.

e. Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten. Fungsi kegiatan ini adalah pengentasan.


H. Landasan Bimbingan dan Konseling

Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.

Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :

- Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
- Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
- Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
- Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
- Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
- Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
- Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.

Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e) kepribadian.

a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.

c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.

d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.

e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :

- Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
- Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
- Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
- Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
- Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
- Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.

3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.

Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.

Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).

Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.

Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.

Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal..

Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.

Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.

Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.