Senin, 23 Mei 2011

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Surfaktan

Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan tegangan permukaan.

Tegangan permukaan adalah gaya dalam dyne yang bekerja pada permukaan sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk memperbesar permukaan atau antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2. Surface tension umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan Interface tension umumnya terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya (namun hal ini belum diteliti).

Beberapa kegunaan surfaktan antara lain yaitu : Deterjen, pelembut kain, pengemulsi, cat, adesif, tinta, anti – fogging, remidiasi tanah, pendispersi, pembasah, Ski wax dan snowboard wax, daur ulang kertas, pengapungan, pencuci, zat busa, penghilang busa, laxatives, formula agrokimia, herbisida dan insektisida, coating, sanitasi, sampo, pelembut rambut, spermicide, pemipaan pemadam kebakaran, pendeteksi kebocoran, dsb.

II.1.1 Klasifikasi Surfaktan

Ada cara penggolongan zat aktif permukaan yang umum yaitu:

1. Menurut sifat elektrokimia atau ionisasi molekul.

Schwartz dan Perry menyebutkan bahwa molekul zat aktif permukaan terdiri dari dua gugus yang penting, yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak pelarut). Gugus liofob biasanya terdiri dari rantai alifatik atau aromatik, atau gugus aril alkil (aralkil) yang biasanya terdiri dari paling sedikit sepuluh atom karbon.

Dalam medium air sebagai pelarut, gugus liofob yang juga disebut gugus hidrofob bersifat menjauhi air. Sedang gugus liofil atau dalam air dikenal sebagai gugus hidrofil lebih banyak menentukan sifat – sifat kimia fisika zat aktif permukaan daripada gugus hidrofob.

Sifat dari pada zat aktif permukaan juga bergantung pada macamnya gugus hidrofil, yang dapat dibagi sebagai berikut :

Zat aktif anion

Terjadi ionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negatif.

Contoh : karboksilat, ester sulfat, alkil sulfonat, dan anion lainnya yang hidrofil. Perfluorooctanoate (PFOA/ PFO), Perfluorooctanesulfonate (PFOS), Sodium dodecyl sulfate (SDS), ammonium lauryl sulfate, garam alkyl sulfate, Sodium laureth sulfate atau sodium lauryl ether sulfate (SLES), Alkyl benzene sulfonate, sabun atau garam asam lemak.

Zat aktif kation

Terjadi ionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan positif.

Contoh : senyawa amino, senyawa amonium, alkali tak bernitrogen (sulfonium, fosfonium, dsb.), alkali bernitrogen (alkil isotiourea, alkil isourea, dsb.). Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) a.k.a. hexadecyl trimethyl ammonium bromide, dan garam alkyltrimethylammonium, Cetylpyridinium chloride (CPC), Polyethoxylated tallow amine (POEA), Benzalkonium chloride (BAC), Benzethonium chloride (BZT)

Zat aktif nonion

Tak terionisasi dalam larutan dan stabil dalam keadaan asam maupun alkali.

Contoh : ikatan eter pada gugus terlarut, ester, amida, amin, Alkyl poly(ethylene oxide), Alkylphenol poly(ethylene oxide), Kopolymers ofpoly(ethylene oxide) dan poly(propylene oxide) atau Poloxamers/ Poloxamines, Alkyl polyglucosides (Octyl glucoside, Decyl maltoside), Fatty alcohols, Cetyl alcohol, Oleyl alcohol, Cocamide MEA, cocamide DEA, Polysorbates (Tween 20, Tween 80), Dodecyl dimethylamine oxide. dsb.

Zat aktif amfolitik/ amfoter. (Zwitterionic)

Terionisasi dalam larutan dengan rantai panjang yang membawa muatan negatif maupun positif, tergantung pada suasana pH larutan.

Contoh : ikatan amino dan karboksilat, amino dan ester sulfat, amino dan seter sulfonat, dan ikatan lainnya serta Dodecyl betaine, Cocamidopropyl betaine, Coco ampho glycinate.

2. Menurut struktur kimia

Agster menyusun golongan ini atas tujuh bagian, penggolongan ini erat hubungannya dengan cara pembuatan zat aktif permukaan. Misalnya dengan cara penyabunan atau kondensasi terhadap asam lemak, sulfotasi terhadap rantai alifatik tinggi, dan sebagainya.

Penggolongan menurut struktur kimia dapat dibagi sebagai berikut :

Sabun

Contoh : Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb.

Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan.

Contoh : Minyak jarak yang disulfatkan (TRO).

Parafin atau olefin yang disulfurkan.

Contoh : senyawa sulfochlorida yang disabunkan (Mersolat), olefin yang disulfatkan (Tepol).

Aralkil sulfonat

Contoh : alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na (Nekal A), dsb.

Alkil sulfat

Contoh : Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer seperti asam malonat anhidrat + alkohol dengan Na-bisulfit (Nacconol. LAL), Alkil sulfat sekunder/ dari alkil alkohol sekunder.

Kondensat asam lemak.

Contoh : kondensat dengan gugus amino (Medialan A, Sapamine A), kondensat mengandung gugus oksi (Immersol S, Soromin A), kondensat dengan gugus inti aromatik (Melioaran F).

Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter).

Contoh : Alkil amin poliglikol eter (Peregal OK), Dispersol E.

3. Menurut kelarutannya

Surfaktan yang larut dalam minyak

Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.

b. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, deterjen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.

Gambar 1. Molekul Surfaktan dalam Air (www.chemistry.co.nz)

Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak ini disebabkan oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel (CMC) .

Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun.

Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya.

II.1.2 Sifat – Sifat Surfaktan

1. Sifat – sifat umum surfaktan

Sifat – sifat umum surfaktan adalah :

Sebagai larutan koloid

Mc. Bain telah membuktikan bahwa larutan zat aktif permukaan larutan koloid. Molekul-molekulnya terdiri dari gugus yang hidrofil (suka air) dan gugus yang hidrofob (tak suka air).

Pada konsentrasi tinggi partikel koloid ini akan saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik/ ’S’ (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar/ ’L’ (daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan bolak – balik dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan mencapai konsentrasi kritik misel menurut aturan Jones dan Burry.

Gambar 2. Partikel Koloid Surfaktan (www.fisica.unam.mx)

Adsorpsi

Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada dipermukaan.

Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan dinyatakan dalam persamaan Gibbs.

Kelarutan dan daya melarutkan

Murray dan Hartly dalam pernyataanya menunjukkan bahwa partikel-partikel tunggal relatif tidak larut, sedangkan misel mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik larutan.

2. Sifat – sifat khusus surfaktan

Sifat – sifat khusus surfaktan adalah :

Pembasahan

Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan dinyatakan oleh Hukum Dupre.

Daya Busa

Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktant mempunyai daya busa.

Daya Emulsi

Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling melarutkan. Sama hanya dengan pembasahan, maka surfaktant akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil.

II.1.3 Toksisitas Surfaktan

Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’ pada kulit.

Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air minum PDAM. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan.

Umumnya surfaktan berinteraksi dengan membran dan enzim. Pengaruh ini dapat berdampak pada tumbuhan, dengan penyerapan surfaktan dan imobilisasi pada dinding sel sehingga terjadi perubahan struktur ultra seluler. Toksisitas timbul dari penghambatan enzim atau transmisi selektif ion – ion melalui membran.

Pengaruh lain yaitu penghambatan pertumbuhan dalam tumbuhan, ikan, dan budding dalam hidra, kerusakan Lepomis gibbosus, kerusakan organ sensoris luar yang peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi sinergis zat – zat dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik yang lebih cepat dan memperkuat toksisitas zat ini. Toksisitas memperlihatkan suatu korelasi dengan tegangan permukaan menurut jumlah atom karbon dalam homolog jenis surfaktan.

Toksisitas surfaktan ABS bertambah dengan kelinearan gugus alkil, disebabkan oleh penerobosan gugus alkil linier yang lebih dalam. Interaksi surfaktan – protein juga bertambah bila ekor hidrofobik bertambah dan menyebabkan bertambahnya toksisitas. (Toksisitas surfaktan terhadap beberapa makhluk Perairan sesuai dengan tabel Lundahl & Cabridenc (1978)).

Sesuai dengan waktu ketahanan surfaktan yang cukup singkat dalam daerah perairan, maka tidak diakumulasikan sampai batas manapun juga tidak terjadi biomagnifikasi dalam rantai makanan. Air yang mengandung surfaktan (2 – 4 ppm), tidak dapat dideteksi perubahan apapun dalam struktur komunitas (Hynes dan Roberts,1962).

II.2 Deterjen

Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.

Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 – C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).

Deterjen sintetik mulai dikembangkan setelah Perang Dunia II, akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS. Proses pembuatan deterjen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan permukaan, misalnya : p – alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel – Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan dengan basa.

Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:

Surfaktan (surface active agen)

Zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Non ionik (Nonyl phenol polyethoxyle), Amfoterik (Acyl Ethylenediamines)

Builder (Pembentuk)

Zat yang berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).

Filler (Pengisi)

Bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate

Additives (Zat Tambahan)

Bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh deterjent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat.

Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:

Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci tangan, dll.
Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat.
Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci piring.
Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.

II.2.1 Klasifikasi Deterjen

1. Menurut kandungan gugus aktif

Menurut kandungan gugus aktifnya maka deterjen diklasifikasikan sebagai berikut :

Deterjen jenis keras

Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.

Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).

Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil benzena dengan Belerang trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil benzena maka persamaan reaksinya adalah

C6H5C12H25 + SO3 à C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)

Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat

Deterjen jenis lunak

Deterjen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai .

Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).

Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:

C12H25OH + H2SO4 à C12H25OSO3H + H2O

Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.

2. Berdasarkan muatannya dibedakan menjadi :
Deterjen Anion

Deterjen bermuatan negatif yang berasal dari gugus alkil sulfat seperti alkil benzen sulfonat.

Gambar 3. Molekul Deterjen Anionik (www.elmhurst.edu)

Deterjen Kation

Deterjen bermuatan positif yang berasal dari gugus amonia. Umumnya digunakan untuk germisida pada rumah sakit, sampo, dan pembilas baju.

Gambar 4. Molekul Deterjen Kationik (www.elmhurst.edu)

Deterjen Nonionik

Deterjen bermuatan netral, umumnya dipakai untuk pencuci piring dan berbusa sedikit dibanding dengan deterjen ionik lainnya. Mempunyai gugus polar yaitu gugus alkohol dan ester serta non polar yaitu rantai hidrokarbon yang panjang.

Gambar 5. Molekul Deterjen Nonionik (www.elmhurst.edu)

II.2.2 Toksisitas Deterjen

Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen, sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.

Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.

Umumnya pada deterjen anionik ditambahkan zat aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.

Senyawa SLS, SLES atau LAS mudah bereaksi dengan senyawa golongan ammonium kuartener, seperti DEA untuk membentuk nitrosamin. SLS diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.

Dalam laporan lain disebutkan deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.

Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah fosfat. fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas daya cuci deterjen meningkat.

Fosfat yang biasa dijumpai pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.

Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.

Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mem­punyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.

Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu), dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic”, yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air.

Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mem­punyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.

II.3 Sabun

Sabun adalah suatu gliserida (umumnya C16 dan C18 atau karboksilat suku rendah) yang merupakan hasil reaksi antara ester (suatu derivat asam alkanoat yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkanol yang merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral) dengan hidroksil dengan residu gliserol (1.2.3 – propanatriol). Apabila gliserol bereaksi dengan asam – asam yang jenuh (suatu olefin atau polyunsaturat) maka akan terbentuk lipida (trigliserida atau triasilgliserol).

Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian) beberapa ribu tahun yang lalu. Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan sabun dilupakan orang pada Zaman Kegelapan (Dark Ages), namun ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad ke – 18.

Gliserida (lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan bersama – sama dengan larutan lindi (dulu digunakan abu kayu karena mengandung K-karbonat tapi sekarang NaOH) terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam Sodium dari asam lemak, setelah sabun terbentuk kedalamnya ditambahkan NaCl agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Gliserol, lindi dan NaCl berlebih dipisahkan dengan cara destilasi. Sabun yang masih kotor dimurnikan dengan cara pengendapan berulang – ulang (represipitasi). Akhirnya ditambahkan zat aditif (batu apung, parfum dan zat pewarna).

II.3.1 Klasifikasi Sabun

Sabun dapat dibedakan sesuai jenis dan fungsinya yaitu:

Sabun keras atau sabun cuci.

Dibuat dari lemak dengan NaOH, misalnya Na – Palmitat dan Na – Stearat.

Sabun lunak atau sabun mandi.

Dibuat dari lemak dengan KOH, misalnya K-Palmitat dan K-Stearat

II.3.2 Sifat – Sifat Sabun

Sifat umum Sabun dan Deterjen:

Bersifat basa

R – C-O- + H2O à R – C-OH + OH-

Tidak berbuih di air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat)

C17H35COONa + CaCl2 à Ca (C17H35COO)2 + NaCl

Bersifat membersihkan

R- (non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah dipisahkan. Sedangkan -C-O- (polar dan Hidrofil) akan larut dalam air membentuk buih dan mengikat partikel – partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat – zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar – benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni kumpulan (50 – 150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung – ujung ionnya menghadap ke air.

Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor ” :

H H H H H H H H H H H H H H H H H O

H – C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-O

H H H H H H H H H H H H H H H H H

Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik lain yang tidak larut dalam air, kecenderungan untuk “ekor” dan anion melarut dalam bahan organik, sedangkan bagian “kepala ” tetap tinggal dalam larutan air. Oleh karena itu sabun mengemulsi atau mensuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini, anion-anion membentuk partikel-partikel koloid micelle.

Gambar 6. Molekul Sabun dalam Air (www.fisica.unam.mx)

Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci karena terjadi reaksi dengan kation-kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut. Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium dan kalsium.

2 C17H35COO- Na+ Ca2+ à Ca (C17H35CO2)2 (s) + 2 Na+

Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan Sri S. Sumestri. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional

Amir. H. Mahvi. et. al. 2004. Removal of Anionic Surfactants In Detergen Wastewater by Chemical Coagulation. Iran. Dalam Jurnal : Pak. J. Biol. Sci. 7 (12) -2222 – 2226

Amir. H. Mahvi. et. al. 2004. Evaluating GAC for Detergent Removal From The Secondary Effluent of Ghods Wastewater Treatment Plant. Tehran – Iran. Dalam Jurnal : Pak. J. Biol. Sci. 7 (12) -2121 – 2124

Arifin. 2007. Tinjauan dan Evaluasi Proses Kimia (Koagulasi, Netralisasi, Desinfeksi) di Instalasi Pengolahan Air Minum Cikokol, Tangerang. Tangerang : PT. Tirta Kencana Cahaya Mandiri

Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen (Tinjauan Pada Suatu Instalasi Pengolahan Air) . Tangerang : PT. Tirta Kencana Cahaya Mandiri

Arifin. 2009. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Koagulan Pada Proses Dekolorisasi Air Yang Mengandung Limbah Zat Warna Reaktif CI. Reactive Yellow 18. Tangerang : FT-TK Universitas Islam Syech Yusuf

Arifin. dkk. 2009. Kajian Pengolahan Air Yang Mengandung Deterjen Pada IPA Cikokol – Tangerang. Tangerang : PT. Tirta Kencana Cahaya Mandiri

Ahmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi offset

Al. Slamet Ryadi. 1981. Ecologi. Ilmu Lingkungan, Dasar – Dasar dan Pengertiannya 1. Surabaya : Apeka Press.

Bunda Halang. 2004. Toksisitas Air Limbah Deterjen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carprio). Banjarmasin : FKIP – Biologi Unlam. Dalam Jurnal : Bioscientiae. Vol. 1, No. 1, Januari 2004.

Droste, Ronald L. 1997. Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment,. New York : John Wiley & Sons, Inc

Darmasetiawan, Martin. 2001. Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air. Bandung : Yayasan Suryono.

Donald R. Rowe dan Isam Mohammed Abdel Magid. 1995. Handbook of Wastewater Reclamation and Reuse. USA : Lewis Publisher

Dede Karyana. dkk. 2003. Kajian Bahan Kimia Khusus Untuk Tekstil. Bandung : Institut Teknologi Tekstil

Eaton, Andrew, et. al. 2005. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. 21st Edition.. Marryland – USA: APHA

E. Lichtfouse, Et.al. 2005. Environmental Chemistry; Green Chemistry and Pollutants in Ecosystem. New York : Springer Berlin Heidelberg.

Fessenden, Ralp J dan Fessenden, Joan S. 1994. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga

Hardjono, dkk. 2007. Pengaruh Surfaktan LAS Pada Efisiensi Proses Koagulasi – Flokulasi Dalam Pengolahan Air Minum. Bandung : FTSL – ITB. Dalam Jurnal : TL. Vol. 13, No. 2, Oktober 2007 (Hal. 25-34).

Harold Hart. 1990. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. Edisi Keenam. Terjemah. Jakarta : Erlangga

Heaton, Alan. 1994. The Chemical Industry, Second edition. London : Blackie Academic and Profesional, Chapman & Hal.

kematangan emosi

KEMATANGAN EMOSI
ANALISIS KAJIAN

HAKEKAT EMOSI
Emosi adalah perasaan yang dirasakan oleh setiap manusia. Anthony Dio Martin (2003 : 24) menyebutkan bahwa emosi pada prinsipnya menggambarkan “perasaan manusia menghadapi berbagai situasi yang berbeda. Oleh karena itu emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap situasi nyata, maka sebenarnya tidak ada emosi baik atau emosi buruk”.
Stephen P. Robbin dalam bukunya yang berjudul Prilaku Organisasi (2006 : 143) “emosi adalah perasaan kuat yang diarahkan keseseorang atau sesuatu”.
Senada dengan definisi yang disampaikan oleh Fred Luthans (2006 : 326) dalam buku Prilaku Organisasi Edisi Sepuluh “Emosi adalah bagaimana orang merasakan sesuatu”.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa emosi adalah perasaan atau reaksi manusiawi yang diarahkan kepada seseorang atau sesuatu.



Sebagai contoh ketika seorang guru disebuah sekolah yang kehilangan suami karena termasuk korban tenggelammya kapal Senopati, kejadian ini membuat sedih sang guru dan membutuhkan dukungan moril dari seluruh anggota keluarga sekolah terutama Kepala Sekolah. Untuk menghadapi situasi ini emosi empatilah yang dibutuhkan dari teman guru, sebagai motivasi bahwa guru tersebut merasa bahwa dirinya diperhatikan dan dihargai.

HAKEKAT KEMATANGAN EMOSI
Kematangan Emosi yaitu kemampuan menerima hal-hal negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif pula, melainkan dengan kebijakan (A.D Martin).
Maksudnya adalah jika seseorang menemui situasi negatif orang tersebut tidak lantas membalas dengan emosi yang yang negatif, tetapi ia akan menelaah dan memikirkan reaksi yang akan dikeluarkan agar tidak berdampak negatif pula sehingga emosi yang keluar adalah kebijakan.
Jadi sebenarnya kematangan emosi amat penting ketika manusia menghadapi atau berhubungan dengan orang lain. Dimana emosi yang ditampilkan akan berdampak pada diri sendiri atau orang lain.
Sebagai contoh ketika seorang sales manager dari sebuah farmasi yang sedang mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi karena ada janji harus bertemu klien (dokter sebagai pelanggan), dan akan mempromosikan produknya. Namun tiba-tba ada mobil lain yang menyalip jalannya sehingga agak menyerempet dan membuat kaget sang manager. Dengan cepat sang manager turun dari mobil dan marah-marah dengan mengeluarkan kata-kata pedas dan menyinggung perasaan orang yang menyalip, sehingga terjadi baku hantam antar kedua orang tersebut.
Akhirnya kedua orang yang berkelahi tersebut tampak babak belur. Hal ini berakibat gagalnya rencana sang manager untuk bertemu dengan kliennya. Karena tidak mungkin untuk menemui klien dengan keadaan kusut dan muka penuh luka. Dan bagi orang yang menyalip pun tentu saja sama dengan sang manager gagal akan rencana dan masih menyimpan rasa sakit hati atas perkataan yang dilontarkan sang manager.
Contoh lain adalah cerita tentang seorang penguji piranti lunak (Michael McDermott) berusia 42 tahun yang bekerja pada perusahaan Konsultan internet di wilayah Boston, pada tanggal 26 Desember 2000 memasuki tempat kerjanya, bersenjatakan sepucuk senapan serbu AK-47, senapan berburu dan senjata genggam semi otomatis, dia membunuh tujuh rekan kerjanya. Mengapa? Dia diduga marah terhadap rencana majikannya karena mentaati tuntutan Internal Revenue Service untuk menahan sebagian dari gajinya guna melunasi pajak yang belum dibayar sebelumnya. Bagi McDermott, kemarahan memicu kekerasan.

Dari contoh kejadian di atas dapat kita lihat bahwa emosi yang tidak dikendalikan dapat berakibat buruk terhadap kegiatan kita maupun orang lain, meskipun sudah direncanakan dengan matang. Bahkan emosi ini dapat mengganggu produktivitas kerja, dan mengakibatkan stres, bahkan kematian.
Dampak ini telah diteliti oleh negara bagian Amerika Serikat yang dimuat diJournal of American psichological Association, data empiris menunjukan bahwa perkembangan emosi negatif di kantor mengakibatkan peningkatan kejadian pindah tempat kerja (turnover), absen dari jadwal kerja, bias komunikasi dan penyerangan secara fisik, juga stres, hilangnya jam produktif, tidak saling percaya antar rekan kerja, dan inefisiensi dalam pengambilan keputusan.
Penelitian lain yang ditemukan oleh Hans Selye dan kawan-kawan (1976) tentang adanya hubungan erat antara emosi negatif dengan munculnya stres. Lebih lanjut stres akan memicu timbulnya penyakit jantung, sakit kepala, gangguan mental tertentu, alergi, asma, dan juga kanker. Oleh karena itu penting kiranya untuk mengatur dan mengelola atau mengendalikan emosi demi mendapatkan “kematangan emosi” dalam diri kita.
Kematangan emosi didapat jika kita menyadari sepenuhnya emosi yang ada dan bagaimana mengeluarkannya. Orang yang memiliki kematangan emosi akan menjadi tuan atas emosinya, maksudnya ia akan mengatur emosi apa yang hendak dikeluarkannya. Sebagai contoh ketika melihat anak kita mencuri. Kita menyadari ada sebuah prinsip yang dilanggar, lalu kita menjadi marah kepada anak. Maka kemarahan ini termasuk cerdas, karena telah disadari. Artinya ada alasan yang jelas mengapa marah itu muncul.

JENIS – JENIS EMOSI
Agar dapat mengatur emosi maka perlu kiranya kita mengetahui jenis – jenis emosi menurut beberapa tokoh. Paul Ekman dan Richard Lazarus dalam A. D. Martin melakukan studi psikoantropologi pada suku-suku asli di berbagai belahan bumi, menemukan 6 emosi dasar manusia yang bersifat universal yakni: senang, marah, sedih, kaget, jijik dan takut.
Fred Luthans berpendapat bahwa tidak ada kesepakatan total mengenai jenis utama emosi, dan ia merangkum emosi utama kedalam dua jenis penggolongan yaitu : emosi positif terdiri dari cinta/afeksi, bahagia/gembira, terkejut, dan emosi negatif terdiri dari takut, sedih, marah, muak dan malu.
Sementara itu Stephen P. Robbins mengemukakan bahwa jumlah emosi mencapai lusinan. Salah satu cara untuk mengklasifikasikannya adalah mengelompokan apakah emosi tersebut positif atau negatif. Emosi yang positif seperti kebahagiaan dan harapan, mengungkapkan penilaian atau perasaan yang menyenangkan. Emosi negatif seperti kemarahan atau kebencian, mengungkapkan sebaliknya.
Penelitian telah mengidentifikasi enam emosi universal : kemarahan, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan keterkejutan. Para peneliti cenderung mencari ekspresi wajah yang teridentifikasi secara universal dan selanjutnya mengelompokkannya ke dalam kategori – kategori.

Pada gambar di atas mengilustrasikan bahwa keenam emosi tersebut dianggap selalu ada dalam kontinum.

MANFAAT EMOSI
Dalam pembahasan ini perlu kiranya kita mengetahui sejauh mana emosi dapat bermanfaat bagi manusia. Adapun manfaat-manfaat tersebut antara lain:
Survival :
yaitu emosi yang berfungsi sebagai perjuangan untuk bertahan hidup. (sebagai contoh ketika seseorang dipukul oleh orang lain maka siapapun orangnya pasti akan marah)

Energizer :
Yaitu emosi sebagai pembangkit energi, yang memberikan kegairahan dalam kehidupan manusia. (ketika kita mencintai orang di satu kantor, tentu kita akan bersemangat datang untuk bekerja. Atau sebaliknya jika kita putus cinta maka merasa hari-hari suram dan tidak berenergi untuk bekerja)
Messeger :
Yaitu emosi merupakan sebagai pembawa pesan. (Pada saat melihat wajah teman yang sedang sedih, tentu kita tidak bisa bergurau sembarangan seperti pada saat teman kita nampak sedang bergembira)
Reinforcer :
Yaitu berfungsi untuk memperkuat pesan atau informasi yang disampaikan. (Sewaktu mengatakan kalimat “Apakah anda mengerti maksud saya?” dengan nada biasa atau datar. Beda dengan “Anda mengerti tidak maksud saya?!” dengan nada marah sambil menunjuk-nunjuk orang yang ditanya.
Balancer :
Yaitu emosi sebagai penyeimbang hidup. (Ketika sedih kehilangan orang yang dicintai lalu kita menangis. Atau melihat kejadian lucu kita tertawa).

KAJIAN EMOSI DARI SUDUT PANDANG ANATOMI
Demikianlah manfaat dari emosi terhadap diri kita. setelah kita mengetahui bahwa emosi sangat erat kaitannya dalam kehidupan manusia, maka perlu kiranya kita mengetahui hasil kajian emosi ditinjau dari sudut pandang anatomi manusia agar pengetahuan kita menjadi lebih komprehensif.
Mula-mula perlu kita pahami dua struktur penting dalam otak manusia. Pertama adalah ‘limbik’, sistem pusat emosi manusia. Dan yang kedua sistem ‘neokorteks’, pusat berpikirnya manusia. Pada limbik itulah terdapat ‘amygdala’, bagian otak yang mengakses informasi yang kita peroleh melalui sebuah sistem dibagian ‘thalamus’, lalu memberi reaksi terhadap apa yang dialami. Di amygdala inilah terletak memori emosi manusia. Impuls-impuls yang terjadi di amygdala erat terkait dengan lobus prefrontal. Kadang-kadang reaksi emosi yang menuju atau kearah amygdala bisa terjadi tanpa dipikir, atau tidak melalui korteks, sehingga reaksi yang timbul pun lebih sulit diprediksi.
Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi sederhana terjadinya emosi pada seseorang. Pada umumnya, suatu peristiwa atau kejadian tertentu, pertama-tama akan diterima melalui panca indera kita (mata, telinga). Dari panca indera suatu stimulus akan dihubungkan ke bagian thalamus. Secara umum bagian thalamus adalah bagian yang berperan seperti ‘lampu lalu lintas’ dalam otak kita. Thalamus-lah yang mengarahkan proses jalannya stimulus yang diterima. Dari thalamus ini suatu stimulus dapat diarahkan ke dua alternatif : pertama ke otak bagian korteks kita, atau kedua, langsung diarahkan menuju ke sistem limbik, dimana terdapat bagian yang disebut amygdala.
Dari gambaran diatas dapat kita buat bagan seperti berikut :
Stimulus


Panca indera
(mata, telinga)
Thalamus
(sebagai lampu lalu lintas)
Otak bagian korteks
Sistem limbik
Sebagai contoh ada seorang manager mendapati hasil pekerjaan anak buahnya terlambat dan banyak kesalahan. Peistiwa ini mula-mula akan diteruskan ke bagian thalamus, yakni bagian yang akan menentukan akan dibawa kemanakah stimulus tersebut. Umpamanya, stimulus ini oleh thalamus dilanjutkan kebagian korteks dimana proses penalaran terjadi. Di sini, korteks akan menerjemahkan apa yang telah dilihatnya. Misalkan hasil terjemahannya adalah : “lagi-lagi hasil kerja mereka terlambat dan berantakan. Kalau begitu mungkin mereka ini dasarnya pemalas!” Berikutnya hasil pengolahan informasi ini akan dilanjutkan ke amygdala, si pencetus perasaan. Besar kemungkinan emosi yang muncul kemudian adalah perasaan sebel, jengkel atau marah.

Gbr diambil dari buku EQM Anthony Dio Martin hal. 96
Bisa juga sesampainya di thalamus, stimulus mengalami jalan pintas (shortcut) langsung menuju amygdala. Misalkan saat melihat pekerjaan anak buahnya yang berantakan, si manager teringat bahwa kejadian ini pernah dialaminya dulu. Tanpa pikir panjang ia membuang kertas kerja anak buahnya itu ke lantai dan berteriak, : “Bodoh! Pekerjaan begini saja tidak becus!” Simanager ini tidak dapat lagi mengendalikan perasaan jengkel dan marah yang dirasakannya. Namun setelah melihat anak buahnya terpukul, tersadarlah ia. Dalam hatinya ia menyesali tindakannya yang terlalu keras terhadap anak buahnya yang masih baru.
Mari kita buat skenario yang berbeda. Seandainya setelah menerima laporan anak buahnya yang berantakan si manager itu lantas mencernanya terlebih dahulu. Artinya, kejadian itu tidak langsung diteruskan ke amygdala, tapi dipikir dahulu melalui akal sehat dibagian korteks-nya. Misalkan, “Inikan anak buah yang baru, mungin dia masih belum mengerti”. Dengan pernyataan ini maka korteks akan meneruskan informasinya ke bagian amygdala. Akhirnya besar kemungkinan emosi yang akan muncul bukanlah emosi marah yang meledak-ledak melainkan lebih tenang.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa sebenarnya bisa saja proses emosi terjadi melalui suatu jalan pintas, yakni dari thalamus langsung menuju ke amygdala. Emosi di amygdala pun lantas memicu tindakan yang kadang tak terkendali. Untuk itu perlu kiranya kita melatih dan mengembangkan kematangan emosi agar dapat terkendali seperti skenario terakhir yang telah digambarkan di atas.

ENABLER (PENDORONG) KEMATANGAN EMOSI
Anthony Dio Martin dalam bukunya yang berjudul Emotional Quality Management (EQM), kematangan emosi di dapat dengan cara disiplin. Ada tahapan yang perlu dijalankan untuk mengembangkan kematangan emosi, yang disebut dengan istilah “enabler” (pendorong).
Enabler ini merupakan rangkaian yang sistematis. Satu pendorong yang akan memampukan (enabling) serta mempengaruhi pendorong berikutnya. Enabler terdiri dari tingkatan yang harus dicapai dari satu tingkatan/tahapan ke tahapan selanjutnya. Pada setiap tingkatan akan mempengaruhi tingkatan selanjutnya. Enabler bersifat akumulatif.
Ada 4 (empat) enabler penting bagi kematangan emosi yakni :
1. Emotional awareness (Penyadaran emosi)
Pada tahapan yang pertama ini adalah pentingnya “Penyadaran Emosi”. Dalam kehidupan sehari-hari kematangan emosi dapat dimulai dengan menyadari apa yang terjadi di sekeliling kita.
Ada cerita untuk memudahkan kita mengerti tentang penyadaran emosi. Ada seorang bangsawan yang ingin mencapai pencerahan hidup supaya ia lebih dihormati lagi. Maka pergilah ia menemui seorang guru disebuah kuil terkenal di kota itu. Setelah mengutarakan maksudnya kepada seorang guru di sana, si guru berkata, “Baiklah. Jika kamu mau mencapai pencerahan hidup ada pertanyaan yang harus kau jawab sebelumnya. Bagaimana caramu tadi menaruh payung dan sandal kayumu di luar. Yang mana disebelah kiri, dan mana disebelah kanan?” Bangsawan itu bingung lalu keluar untuk mengecek. Ia kembali pada si guru. Namun sebelum menjawab ia sudah diberi pertanyaan lagi,”Waktu kamu keluar tadi apakah kamu tahu berapa jumlah anak tangga didepan pintu masuk tempat kamu menaruh sandalmu?” Terpaksa ia keluar kuil untuk menghitung anak tangga dimaksud. Setelah kembali, sebelum menjawab ia ditanya lagi,”Tahukah kamu berapa anak tangga yang sudah rusak batunya?” Bangsawan itu malu sekali, karena lagi-lagi ia tak bisa menjawab. Maka akhirnya si guru berkata, “Bagaimana kamu mau mengalami pencerahah jika apa yang terjadi dalam hidupmu saja kamu tidak tahu?”
Dari cerita tersebut, kita sadari bahwa sering kali kita tidak menyadari situasi atau sesuatu yang ada disekitar kita, meskipun mereka berada sangat dekat dengan kita dan setiap hari melihatnya. Namun kita tidak menyadari apa dan bagaimana situasi atau sesuatu tersebut. Sehingga jika kita ditanya kembali tentang situasi dan sesuatu tersebut kita tidak dapat menjawab dengan baik.
Demikian juga dengan emosi, layaknya situasi sering kali kita tidak menyadarinya. Banyak orang yang sulit merasakan emosinya sendiri karena pengalaman traumatis yang pernah dialami, atau karena memang terbiasa sejak kecil untuk tidak banyak berbicara atau mengekspresikan perasaannya. Padahal kemampuan untuk menyadari dan merasakan emosi merupakan kunci yang membedakan kita dengan binatang, robot atau komputer.
Orang yang sulit merasakan perasaannya sendiri akan berakibat sulit pula merasakan perasaan orang lain. Sebagai contoh sering kali sebuah kemarahan datang dari hal yang sepele. Karena terakumulasi dan bertumpuk, pada akhirnya tumpah keluar dan berbentuk sumpah serapah, makian atau bahkan tindakan fisik seperti kasus manager pemasaran yang sudah diceritakan sebelumnya. Namun biasanya kesadaran itu datangnya terlambat kareka kita sudah terlanjur melakukan sesuatu yang `tidak semestinya` akibat timbunan emosi yang begitu tinggi.
Kasus pada manager pemasaran tersebut bisa saja karena sudah terlalu bayak kemarahan-kemarahan yang dipendam dan tidak disalurkan baik dalam bentuk menceritakan permasalahannya kepada orang lain atau dalam bentuk tulisan yang berisi perasaannya. Sehingga bertemu dengan kejadian seperti itu emosi mulai tinggi dan meluap keluar.
Ada sebuah penelitian menarik mengenai pentingnya penyadaran emosi yang pernah dilakukan oleh James Pennebaker (1993) yang meneliti tentang perbedaan kualitas hidup antara mereka yang menyadari emosinya dengan yang tidak. Subyek penelitian adalah 63 orang sales yang di PHK dari sebuah perusahaan yang sudah bangkrut. Para salesman ini dibagi secara random menjadi dua kelompok, masing-masing diberi tugas yang berbeda. Kelompok pertama mendapat tugas untuk membuat catatan harian, tentang apa yang dialami dan dirasakan setelah mereka di PHK. Kelompok kedua tidak diberi tugas apapun, dibiarkan saja melakukan apapun yang mereka inginkan.
Sekitar 8 bulan kemudian hasilnya dicoba diteliti kembali untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara kedua kelompok ini. Bagaimana hasilnya? Ternyata hasilnya cukup mengejutkan. Pada kelompok pertama, 53% ternyata sudah kembali mendapatkan pekerjaan. Sementara pada kelompok kedua hanya sekitar 18% yang kembali mendapatkan pekerjaan. Tingkat antusiasme kelompok pertama untuk mendapatkan pekerjaan ternyata juga jauh lebih tinggi pada kelompok pertama.
Setelah dikaji lebih jauh muncullah jawabannya. Kelompok pertama mendapat manfaat dari kegiatan menulis catatan harian. Ketika mereka menulis, terbitlah kesadaran akan apa yang mereka rasakan, takut akan hilangnya penghasilan. Ada yang merasa malu dengan tetangga dan kerabatnya karena tidak punya pekerjaan. Ada lagi yang merasa cemas dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Kesadaran akan perasaan-perasaan ini selanjutnya mendorong mereka untuk segera mengambil langkah untuk mendapatkan pekerjaan kembali. Disinilah akhirnya Pennebaker menyimpulkan pentingnya penyadaran perasaan bagi kelompok pertama ini.

2. Emotinal Acceptance (Penerimaan Emosi)
Tahapan kedua dalam kematangan emosi adalah penerimaan diri. Dalam tahapan ini kita belajar menerima diri apa adanya. Bagaimana kita memahami kelebihan dan kekurangan diri apa adanya. Kerap terjadi munculnya penolakan luar biasa terhadap diri pribadi. Kita merasa diri penuh dengan kekurangan dan kelemahan. Kita merasa diri kita lebih buruk , lebih hina, lebih rendah, lebih kurus atau lebih gemuk, Lebih bodoh dan lebih `kurang` dibanding orang lain.
Perasaan lebih `kurang` dari orang lain tersebut dapat mengakibatkan kurangnya rasa percaya diri, stres atau malah menjadi orang yang membuat masalah terhadap orang lain. Sebagai contoh ada dari seorang siswa SMP yang menjadi anak yang bermasalah di sekolahnya. Ia sering kali membuat keributan di dalam kelas, berkelahi dengan temannya, suka menyendiri, tidak konsentrasi dalam belajar bahkan mengkonsumsi narkoba.
Setelah penulis selidiki ternyata siswa adalah seorang anak yang terlahir dari ibu yang “MBA” (marriage by acciden), ia mengetahui hal ini dari tanggal akta kelahirannya yang lebih dulu dibanding dengan tanggal pernikahan kedua orang tuanya. Ayahnya pun dari penampilan fisik kurang sempurna (kakinya cacat sebelah).
Kejadian tersebut membuat marah dan malu, ia merasa dirinya hina, dan tidak percaya diri, sehingga ia melampiaskan kekesalan dirinya pada lingkungan dan merusak diri dengan mengkomsumsi narkoba.
Gambaran di atas adalah salah satu dari sekian banyak atas permasalahan yang ada di sekeliling kita. Betapa banyak orang yang menghabiskan waktu, uang serta tenaga berjam-jam untuk memoles tampak luarnya, karena ingin menutupi kekurangan dan kelemahan yang terdapat di dalam dirinya.
Kecerdasan emosional mengajarkan bahwa harga diri membangun rasa percaya diri. Sulitnya harga diri terkadang tidak sepenuhnya ditentukan oleh diri kita sendiri. Orang lain pun akan turut memberikan andil. Namun yang jelas harga diri itu harus dimulai dari diri sediri terlebih dahulu.
Saatnya bagi kita untuk membuka hati dan pikiran lebar-lebar, dan dengan tajam dan terbuka melihat diri secara jujur, serta menerima dengan ikhlas. Jika kita telah dapat menerima diri baik kelebihan dan kekurangannya, maka akan dengan mudah kita menerima orang lain dengan lebih baik.
Bahasa inggris mempunyai pepatah yang bagus dalam hal menerima orang lain yang artinya : untuk memahami seseorang kita harus mencoba menempatkan diri kita pada posisinya. Mencoba merasakan apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Hal ini akan membuat kita tidak cepat mengambil kesimpulan, berprasangka dan menghakimi.
Dengan menempatkan diri kita pada posisi orang lain, akan membawa kita untuk memahami apa yang dirasakan orang lain. Hal ini akan mempermudah kita berkomunikasi dengan lancar, karena kita mengetahui reaksi apa yang harus kita perlihatkan berdasarkan kemampuan kita membaca dan menyimpulkan yang sudah kita latih (tekhnik validating).
Tekhnik validating jika kita asah akan mengembangkan rasa empati yang tinggi. Dimana empati juga merupakan salah satu kunci utama kecerdasan emosional. Karena dengan empati kita dapat menerima dan merefleksikan diri atas emosi yang telah dan akan ditampilkan. Dan dengan empati juga kita dapat menerima orang lain apa adanya, bukan seharusnya.
3. Emotional Affection (Sikap Emosi)
Tahapan ketiga adalah emotinal affection yaitu cara berinteraksi dengan orang lain. Adapun prinsip-prinsip utama dalam emotinal affection yang mesti direnungkan adalah :
- Individual differences
Setiap manusia adalah unik. Tak pernah ada manusia yang sama persis, meskipun orang tersebut kembar. Didalam kemiripan seseorang pasti ada bedanya.
Perbedaan tersebut dikarenakan kebutuhan dasar, proses mental, sikap dan cara berpikir berbeda satu dengan yang lainnya, dan akan menimbulkan minat, kebiasaan dan karakter setiap orang yang berbeda-beda pula.
Sebagai contoh dalam merespon sebuah kritikan, pasti pada diri setiap orang akan berbeda-beda. Adanya yang merespon secara terbuka karena mungkin orang tersebut menginginkannya sebagai bahan untuk lebih introspeksi diri. Tapi dipihak lain ada yang merespon dengan emosi yang tinggi karena merasa dirinya di telanjangi.

- Different Treatment
Prinsip pertama melahirkan prinsip kedua : kita tidak bisa memperlakukan setiap orang dengan sama.
Dalam pemahaman keberbedaan ini tentu akan mengembangkan cara kita dalam menghadapi tiap-tiap orang yang berbeda. Kita tidak mungkin menyamakan gaya reaksi kita kepada satu orang dengan yang lainnya. Apa yang menyenangkan untuk satu orang belum tentu menyenangkan untuk orang lain. Juga hal yang mencemaskan untuk kita, belum tentu mencemaskan bagi orang lain.

- Starting from Me
Cara terbaik membangun suatu hubungan emosi yang mendalam adalah memulainya dari diri kita sendiri. Jika kita sering menyalahkan diri sendiri, dan selalu melihat sisi negatif, maka kita akan sulit untuk berhubungan dengan orang lain. Karena kita akan membuat benteng sebelum kita berhubungan dengan orang lain.

- Golden Rule
Prinsip sebenarnya dari golden rule ini adalah, ‘jika kita tidak mau dicubit maka kita tidak boleh mencubit’. Jadi kita tidak boleh menyakiti orang lain kalau kita tidak mau disakiti orang lain.
- Risk Talking
Hubungan dengan orang lain tentu akan mengandung resiko. Ada resiko ditolak, diperlakukan tidak baik, atau paling tidak resiko diberi penilaian tidak baik.

Berdasarkan prinsip di atas, yang utama adalah kita harus menyesuaikan diri dengan keadaan, bukan mengontrol. Semakin kita berharap untuk dapat mengontrol orang lain, semakin kita memaksa diri untuk mengendalikan orang itu. Semakin kuat harapan untuk mengubahnya sesuai dengan keinginan, kita akan semakin frustasi. Untuk itu kitalah yang harus menyesuaikan.
Dalam proses menyesuaikan diri dibutuhkan kesabaran yang amat sangat. Karena dengan kesabaranlah kita akan dapat mengontrol diri dalam menghadapi situasi yang tak pernah kita duga. Seperti yang dituliskan Jamal Madhi (2001: 19) “Kesabaran terdapat di dalam jiwa. Berlaku sabar terhadap musuh adalah sikap yang dapat mengalahkannya. Mereka juga bersabar sebagaimana kita bersabar”.

4. Emotinal Affirmation (Penguatan Emosi)
Tahapan ini adalah tahapan tertinggi dan terpenting dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pada tahapan ini kita akan bergerak dan bertindak, dan berbicara soal aksi yang membutuhkan keberanian serta kesanggupan mengambil resiko-resiko emosi.
Ketika berhubungan dengan orang lain sering kali kita harus mempertimbangkan resiko emosi yang harus kita tanggung. Risiko dimarahi, dibenci, dikucilkan, diremehkan dan sebagainya. Kenyataannya resiko emosi kadang berefek jauh lebih menakutkan, mendalam dan traumatis dari pada peristiwanya itu sendiri. Ketika seorang anak tidak naik kelas yang akan lebih dirasakan bukannya menyesal karena tidak naik kelas.Tetapi justru rasa malu dihadapan dan keluarga.
Begitu sering orang menjadi gagal atau tidak sukses hanya karena masalah yang sangat sederhana : emosinya tidak mendukung. Banyak orang yang memiliki visi, khayalan atau angan-angan yang indah, namun visi tersebut dirusak atau dihambat oleh rasa khawatir, rasa takut, rasa cemas yang menyelimuti pencapaian visi tersebut. ini akhirnya yang menyebabkan orang tersebut gagal.
Dibutuhkan tenaga ekstra luar biasa untuk bisa melawan rasa khawatir,rasa takut dan rasa cemas (baik dalam bentuk kata-kata maupun tindakan) yang menghambat kita mencapai visi dan cita-cita.
Unsur penguatan emosi sering kali timbul dikarenakan beberapa faktor seperti pola asuh orang tua, lingkungan dimana ia tinggal, kebutuhan ekonomi yang mendesak, adanya dendam dalam diri dan lain sebagainya.
Sebagai contoh seseorang yang hidup dengan selalu serba kekurangan dan sering menjadi cemoohan hingga pernah dilecehkan orang lain, hal ini dapat berakibat pada rasa sakit hati yang mendalam sehingga timbul tekad ia harus berusaha untuk menjadi orang sukses hingga dapat menunjukan bahwa dirinya mampu kepada orang yang telah melecehkannya.
Kejadian tersebut di atas banyak juga yang mengalaminya, seperti halnya Mat Jenni seorang tukang sol sepatu yang bosan atas kemiskinan yang ia jalani. Sehinnga membuat ia bertekad untuk merubah nasibnya meskipun harus dengan jalan menjual cincin kawinnya yang digunakan sebagai modal. Dengan penguatan emosi yang tinggi akhirnya Mat Jenni kini menjadi seorang jutawan dalam usahanya dibidang multi level marketing.
Begitu banyak orang yang mampu tegar dan justru bangkit dalam situasi yang terhimpit dan tidak menyenangkan. Banyak yang jatuh namun bangkit lagi, sehingga mereka sampai pada kejayaannya. Kehidupan yang besar justru diperoleh dari semangat juang untuk melakukan yang terbaik. Kekuatan yang lahir dari otot-otot emosi yang terlatih menghadapi kegetiran, kepahitan serta kesengsaraan hidup. ‘Kekuatan Emosi!’ itu kuncinya.

KESIMPULAN
Emosi adalah perasaan atau reaksi manusiawi yang diarahkan kepada seseorang atau sesuatu.
Kematangan Emosi yaitu kemampuan menerima hal-hal negatif dari lingkungan tanpa membalasnya dengan sikap yang negatif pula, melainkan dengan kebijakan.
Kematangan Emosi amat penting ketika manusia menghadapi atau berhubungan dengan orang lain. Dimana emosi yang ditampilkan akan berdampak pada diri sendiri atau orang lain.
Paul Ekman dan Richard Lazarus menemukan 6 emosi dasar manusia yang bersifat universal yakni: senang, marah, sedih, kaget, jijik dan takut.
Fred Luthans merangkum emosi utama kedalam dua jenis penggolongan yaitu : emosi positif terdiri dari cinta/afeksi, bahagia/gembira, terkejut, dan emosi negatif terdiri dari takut, sedih, marah, muak dan malu.
Stephen P. Robbins mengelompokan apakah emosi tersebut positif atau negatif. Emosi yang positif seperti kebahagiaan dan harapan, mengungkapkan penilaian atau perasaan yang menyenangkan. Emosi negatif seperti kemarahan atau kebencian, mengungkapkan sebaliknya.
Penelitian telah mengidentifikasi enam emosi universal : kemarahan, ketakutan, kesedihan, kegembiraan, kejijikan, dan keterkejutan.

Adapun manfaat-manfaat emosi bagi manusia antara lain:
1. Survival
2. Energizer
3. Messeger
4. Reinforcer
5. Balancer
Ada 4 (empat) enabler penting bagi kematangan emosi yakni :
Emotional awareness (Penyadaran emosi)
Dalam kehidupan sehari-hari kematangan emosi dapat dimulai dengan menyadari apa yang terjadi di sekeliling kita. Demikian juga dengan emosi, layaknya situasi sering kali kita tidak menyadarinya. Padahal kemampuan untuk menyadari dan merasakan emosi merupakan kunci yang membedakan kita dengan binatang, robot atau komputer.
2. Emotinal Acceptance (Penerimaan Emosi)
Dalam tahapan ini kita belajar menerima diri apa adanya. Bagaimana kita memahami kelebihan dan kekurangan diri apa adanya.
Jika kita telah dapat menerima diri baik kelebihan dan kekurangannya, maka akan dengan mudah kita menerima orang lain dengan lebih baik.
Empati adalah dapat menerima dan merefleksikan diri atas emosi yang telah dan akan ditampilkan. Dan dengan empati juga kita dapat menerima orang lain apa adanya, bukan seharusnya.
3. Emotional Affection (Sikap Emosi)
Tahapan ketiga adalah emotinal affection yaitu cara berinteraksi dengan orang lain. Adapun prinsip-prinsip utama dalam emotinal affection yang mesti direnungkan adalah :
§ Individual differences
§ Different Treatment
§ Starting from Me
§ Golden Rule
§ Risk Talking
Yang utama adalah kita harus menyesuaikan diri dengan keadaan, bukan mengontrol.
4. Emotinal Affirmation (Penguatan Emosi)
Tahapan ini adalah tahapan tertinggi dan terpenting dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pada tahapan ini kita akan bergerak dan bertindak, dan berbicara soal aksi yang membutuhkan keberanian serta kesanggupan mengambil resiko-resiko emosi.
Begitu banyak orang yang mampu tegar dan justru bangkit dalam situasi yang terhimpit dan tidak menyenangkan. Banyak yang jatuh namun bangkit lagi, sehingga mereka sampai pada kejayaannya. Kehidupan yang besar justru diperoleh dari semangat juang untuk melakukan yang terbaik. Kekuatan yang lahir dari otot-otot emosi yang terlatih menghadapi kegetiran, kepahitan serta kesengsaraan hidup. ‘Kekuatan Emosi!’ itu kuncinya.






REKOMENDASI
Beberapa langkah dapat dilakukan untuk mengembangkan kematangan emosi:
lebih sering mengasah atau melatih hal yang positif dalam menjalani hidup
Lebih sering mengasah perasaan agar lebih terasah dalam penerimaan emosi diri dan orang lain
Tetap menjaga kualitas emosi demi tercapai pengembangan dalam kematangan emosi
Peningkatan kualitas kematangan emosi harus dipandang sebagai proses seumur hidup, untuk itu membutuhkan waktu dan keyakinan

DAFTAR PUSTAKA
Albin, Rochelle Semmel, Emosi : Bagaimana Mengenal , Menerima dan
Mengarahkannya, Jakarta : Kanisius, 1986
Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam,
Jakarta : Arga, 2001
Luthans, Fred, Prilaku Organisasi Edisi Sepuluh, Yogyakarta : Andi
Yogyakarta, 2006
Martin, Anthony Dio, Emotonal Quality Management, Jakarta : Arga, 2003
Peale, Norman Vincent, Berpikir Positif, Jakarta : Binapura Aksara, 1996
Robbins, Stephen P, Perilaku Organisasi, Jakarta : Gramedia, 2006